Bila di Indonesia ada pengadilan keliling (circuit courts), di Papua Nugini terdapat pengadilan kampung (village courts). Hal itu terungkap ketika Bruce Didimas dan Linda Tule menjadi pembicara dalam IACA Conference di Bogor, Selasa (15/3/2011). Bruce adalah manager regional Village Courts and Land Mediation Secretariat, dari sebuah daerah di Papua Nugini. Sementara itu Linda Tule adalah seorang Village Magistrate. “Pengadilan ini didasarkan pada system tradisional yang ada di negara kami,” tutur Bruce. System tradisional yang dia maksud ialah hukum adat yang tidak tertulis. Karena itu, pengadilan kampung di Papua Nugini secara formal adalah lembaga peradilan biasa, tetapi dalam memutus perkara memakai pendekatan non-formal. Bruce mengatakan, saat ini terdapat lebih dari 1490 pengadilan kampung di Papua Nugini, yang eksis sejak 1975. Pembentukan pengadilan ini merupakan amanat konstitusi dan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang. “Pengadilan ini menjangkau 95 persen penduduk Papua Nugin dan terdapat di seluruh provinsi,” Bruce menambahkan.
Di Papua Nugini, pengadilan kampung telah menjadi pilar bagi penegakan hukum. Pengadilan ini sangat mudah diakses oleh masyarakat sana. Menurut Bruce, pengadilan kampung menangani sekitar 250 ribu hingga 300 ribu perkara yang melibatkan 500.000 hingga 600.000 orang per tahun. Yang menarik, pengadilan kampung ala Papua Nugini ini bisa dilakukan di mana saja. “Sidang bisa dilakukan di rumah, di bawah pohon, di pantai, atau di tempat yang formal,” tutur Bruce sembari menyatakan bahwa biaya untuk berperkara sangat murah. Pengadilan ini menangani berbagai perkara, tetapi titik tekannya ialah tidak menghukum, melainkan memberikan pelajaran dan pemulihan. Karena itu, sedapat mungkin, setiap kasus diselesaikan melalui mediasi. “Kami berusaha melakukan perlindungan dan mempromosikan hak-hak kaum perempuan dan anak-anak,” kata Linda Tule. Berbeda dengan sidang keliling di Indonesia, pengadilan kampung di Papua Nugini tidak melibatkan pengacara. “Kami lebih mengandalkan mediator dan proses peradilan sesuai adat-istiadat,” kata Bruce.
Seusai Undang-Undang tentang Village Courts yang ditetapkan pada tahun 1975, pengadilan ini memiliki lima kewenangan. Selain menangani persoalan pidana dan perdata, pengadilan ini juga menjadi lembagai mediator, preventif dan joint sitting. Masalah rumah tangga adalah salah satu garapan pengadilan kampung di bidang preventif. Bidang ini juga mencakup masalah-masalah penggunaan tanah, penyelewenangan dan kekerasan. Hingga kini, yang mendominasi pengadilan kampung di papua Nugini ialah perkara perkawinan. Jumlahnya mencapai 45.000 perkara tiap tahun atau prosentasenya mencapai 15 persen dari seluruh perkara yang ditangani seluruh pengadilan kampung. (sumber : badilag.net )